Sritex: Sejarah, Produk, dan Tantangan Perusahaan Tekstil Terbesar di Asia Tenggara

Sritex

ChakpediaPT Sri Rejeki Isman Tbk, atau lebih dikenal sebagai Sritex, adalah perusahaan tekstil terkemuka yang berbasis di Sukoharjo, Jawa Tengah. Didirikan pada tahun 1966 oleh (Alm) HM Lukminto sebagai toko kain tradisional di Pasar Klewer, Solo, Sritex berkembang pesat menjadi salah satu produsen tekstil terbesar di Asia Tenggara. Perusahaan ini dikenal atas kualitas produk dan inovasi yang membuatnya dipercaya oleh berbagai merek global dan institusi militer internasional.

Perkembangan dan Ekspansi Sritex

Pada tahun 1968, Sritex membuka pabrik cetak pertamanya yang memproduksi kain putih dan berwarna di Solo, Jawa Tengah. satu dekade kemudian, perusahaan ini resmi terdaftar sebagai perseroan terbatas. Ekspansi terus berlanjut dengan pendirian pabrik tenun pertama pada tahun 1982. Pada tahun 1992, Sritex berhasil mengintegrasikan empat lini produksi utama pemintalan, penenunan, sentuhan akhir, dan busana dalam satu lokasi, menjadikannya produsen tekstil yang terintegrasi penuh.

Bacaan Lainnya

Klien Internasional dan Produk Unggulan

Kualitas produk Sritex mulai diakui secara global. Perusahaan ini banyak memproduksi pakaian jadi untuk berbagai merek di dunia fashion terkenal seperti ZARA, Guess, dan Timberland. Selain itu, Sritex juga dipercaya memproduksi seragam militer untuk NATO dan tentara Jerman, berkat kemampuan khusus Saritex mampu membuat seperti anti peluru, anti api, anti radiasi, dan anti infra merah yang dimiliki produk mereka. Hingga saat ini, setidaknya 30 negara telah memesan seragam militer, termasuk Uni Emirat Arab dan Kuwait yang memesan seragam anti radiasi, serta Jerman yang memesan seragam anti infra merah.

Inovasi dalam Perlengkapan Militer

Tidak hanya seragam, Sritex juga memproduksi perlengkapan militer lainnya. Seperti, ransel serbu yang dapat berfungsi sebagai pelampung jika pemakainya terjatuh ke dalam air. Perusahaan ini juga mampu memproduksi tenda militer yang tahan air dan berkualitas tinggi. Bahkan, Sritex turut andil dalam pembuatan komponen anti api dan anti peluru untuk kendaraan militer Hovercraft milik TNI.

Tantangan Finansial dan Status Pailit

Walaupun pernah mencapai puncak tertinggi kejayaan, Sritex banyak menghadapi tantangan finansial yang serius. Pada 21 Oktober 2024, Pengadilan Niaga Semarang menyatakan Sritex pailit, dengan total utang yang didaftarkan mencapai Rp 32,6 triliun. Anak perusahaan seperti PT Primayudha, PT Bitratex Industries, dan PT Pantja Djaja juga terkena dampak kepailitan ini.

Dampak Terhadap Karyawan dan Upaya Pemerintah

Kepailitan Sritex berdampak signifikan pada seluruh karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut. Pada Februari 2025, pemerintah mengakui bahwa upaya untuk menyelamatkan Sritex telah gagal, mengakibatkan 10.665 karyawan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer Gerungan, menyatakan bahwa pemerintah akan menjamin hak-hak buruh yang terkena PHK. Rinciannya, PT Sritex Sukoharjo melakukan PHK terhadap 8.504 karyawan, PT Primayuda Boyolali terhadap 956 karyawan, PT Sinar Panja Jaya Semarang terhadap 40 karyawan, dan PT Bitratex Semarang terhadap 104 karyawan.

Penolakan Terhadap Mekanisme Going Concern

Dalam situasi pailit ini, Saritex biasanya ada upaya untuk melanjutkan operasional perusahaan melalui mekanisme going concern. Namun, para pekerja PT Bitratex menolak mekanisme ini dan meminta kurator melakukan PHK agar mereka dapat memperoleh hak-hak pekerja secara utuh. Alasan penolakan ini didasarkan pada pengalaman sebelum-sebelumnya, di mana pekerja telah dirumahkan tanpa gaji atau uang tunggu sejak September 2024, sebelum perusahaan dinyatakan pailit.

Pelajaran dari Kasus Sritex

Kisah Sritex memberikan pelajaran berharga tentang dinamika industri tekstil dan pentingnya manajemen keuangan yang prudent. Meskipun memiliki reputasi global dan produk berkualitas tinggi, tantangan finansial dapat mengancam kelangsungan operasional perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan perlu menjaga keseimbangan antara ekspansi bisnis dan pengelolaan utang untuk memastikan keberlanjutan usaha.

Pos terkait